Dalam pengertian klasik,istilah
Jahiliah merujuk pada periode masa dan kondisi masyarakat Arab sebelum
datangnya agama Islam. Masa yang penuh
dengan kekerasan dan kekejaman,ketika bangsa Arab tidak memiliki aturan hukum,nabi,dan
kitab suci yang diwahyukan. Dengan kata lain,Jahiliah sering diterjemahkan
sebagai “zaman kebodohan”, mempunyai konotasi sebagai masa paganisme
(kemusyirkan) sebelum manusia menerima dan mengakui keesaan Tuhan atau
mengetahui hukum sakral Tuhan.
Selama masa Jahiliah,kesucian
ajaran tauhid yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim as. sebagai nenek
moyang,mengalami kemunduran dan bercampur dengan kepercayaan paganisme. Hal ini
tercermin dari banyaknya berhala yang dijadikan perantara menyembah Tuhan.
Dalam Al-Qur’an surat Az-Zumar ayat 3 diungkapkan bahwa berdasarkan pengakuan
orang yang berlindung kepada selain Allah SWT,berhala-berhala mereka tidak untuk disembah,tetapi untuk perantara dalam
hubungan mereka dengan tuhan. Mereka yakin b ahwa manusia tidak dapat
berhubungan langsung dengan Tuhan dan harus ada perantara,maka diciptakanlah
berhala.
Disekitar Ka’bah terdapat sekitar
360 jenis berhala,dan diantara berhala yang paling besar dan dihormati ialah
Hubal. Sementara berhala lain yang mereka anggap sebagai anak perempuan Tuhan ialah Lata,Uzza,dan Manat (QS. An-Najm
: 19-21).
Pada periode Jahiliah
ini,masyarakat Arab digambarkan sebagai masyarakat yang tidak adil,adanya
penindasan terhadap kelompok lemah,baik secara sosial maupun ekonomi,dan
pembunuhan terhadap anak perempuan. Mereka menganggap anak perempuan hanya
membawa aib dalam keluarga (QS. An-Nahl : 58-59). Ajaran Islam yang dibawa Nabi
Muhammad SAW, merombak dan memperbaiki adab kebiasaan masa jahiliah. Selama 13
tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah,Nabi SAW membersihkan kepercayaan
paganisme masyarakat dan meletakkan dasar Islam dalam tatanan kehidupan.
Kemusyirkan,kekejaman,dan kekerasan yang
telah membudaya dan turun-menurun dalam masyarakat Jahiliah diganti dengan
kepercayaan tauhid,kasih sayang antar sesama manusia,dan kelembutan. Walaupun
demikian,tidak emual hal atau adat yang berlaku pada masa Jahiliah itu diubah
dan dihapuskan oleh Islam.
Islam tidak menghapus hukum
Jahiliah yang mengandung kemaslahatan dan secara prinsip tidak bertentangan
denganln ajaran Islam. Penerimaan hukum Jahiliah terjadi dalam bidang
sosial,bukan ibadah apalagi akidah,dan juga harus sesuai dengan prinsip
“mendatangkan kemaslahatan dan menolak kerusakan”. Misalnya hukum jual beli
dengan sistem barter.
Islam memperbaiki hukum Jahiliah
yang pada pelaksanaannya mengandung mudharat. Seperti masalah al-Ila’ dan Zihar
yang merupakan kebiasaan Jahiliah untuk menceraikan Istri. Ketika Islam datang keduanya tetap
diakui,tetapi dalam pelaksanaannya diperbaiki sehingga tidak merugikan seorang
istri. Jadi dalam masalah rumah tangga,Islam menegakkan hak-hak istri tanpa
menghapus kebiasaan Jahiliah.
Islam juga menghapus seluruh adat
Jahiliah yang mengandung mudharat (membahayakan). Namun,secara prinsip
penghapusan itu dilakukan dengan cara berangsur-angsur,sehingga tidak mengalami
kesulitan bagi pemeluknya. Misal,larangan berjudi (maisir),dan minum-minuman
keras (khamr).
Pada intinya,semua praktek
Jahiliah yang merusak seperti praktek perbudakan,begitu pula praktek riba yang
sudah menjadi kebiasaan Jahiliah, dihapuskan bersamaan dengan datangnya sinar
Islam yang mengajarkan praktek dan kebiasaan sesuai dengan kodrat kemanusiaan
dan ridha Allah Azza Wa Jalla.
Setelah berjalannya waktu dan
zaman yang semakin modern dengan ditandainya ilmu teknologi yang semakin
pesat,ilmu politik,sosial.dan budaya yang semakin maju. Maka istilah Jahiliah
pun mengalami proses perubahan dan dinamika zaman. Dalam kehidupan modern
istilah Jahiliah pun mengalami pergeseran makna,yakni lebih dilihat sebagai
urusan didunia Muslim kontemporer yang dinilai sebagai keadaan tidak Islami.
Jahiliah baru ini bukanlah
sesuatu yang berada diluar jangkauan,tetapi seringkali meracuni kehidupan tanpa
dapat kita rasakan. Masyarakat Muslim seringkali terinfeksi dengan “racun
budaya” yang berasal dari berbagai situasi dan kondisi yang akan merusak
tatanan dan budaya Islam yang diajarkan melalui Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah
SAW.
Untuk itulah,generasi penerus
Muslim harus peka dan tidak terlena dengan hal-hal yang bersifat merusak dan
diharapkan mampu membentengi diri dari berbagai ancaman yang akan
meluluhlantahkan keagungan Islam sesuai dengan Al-Qur’an dal Al-Hadist.
Semoga
kita senantiasa menjadi hamba yang selalu bartaqwa kepada Allah Azza Wa
Jalla,dan menjadi umat Nabi Muhammad SAW yang selalu mengikuti
sunahnya.
0 komentar:
Posting Komentar