Selasa, 25 Agustus 2015


Dalam pengertian klasik,istilah Jahiliah merujuk pada periode masa dan kondisi masyarakat Arab sebelum datangnya agama Islam. Masa  yang penuh dengan kekerasan dan kekejaman,ketika bangsa Arab tidak memiliki aturan hukum,nabi,dan kitab suci yang diwahyukan. Dengan kata lain,Jahiliah sering diterjemahkan sebagai “zaman kebodohan”, mempunyai konotasi sebagai masa paganisme (kemusyirkan) sebelum manusia menerima dan mengakui keesaan Tuhan atau mengetahui hukum sakral Tuhan.
Selama masa Jahiliah,kesucian ajaran tauhid yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim as. sebagai nenek moyang,mengalami kemunduran dan bercampur dengan kepercayaan paganisme. Hal ini tercermin dari banyaknya berhala yang dijadikan perantara menyembah Tuhan. Dalam Al-Qur’an surat Az-Zumar ayat 3 diungkapkan bahwa berdasarkan pengakuan orang yang berlindung kepada selain Allah SWT,berhala-berhala mereka tidak  untuk disembah,tetapi untuk perantara dalam hubungan mereka dengan tuhan. Mereka yakin b ahwa manusia tidak dapat berhubungan langsung dengan Tuhan dan harus ada perantara,maka diciptakanlah berhala.
Disekitar Ka’bah terdapat sekitar 360 jenis berhala,dan diantara berhala yang paling besar dan dihormati ialah Hubal. Sementara berhala lain yang mereka anggap sebagai anak perempuan  Tuhan ialah Lata,Uzza,dan Manat (QS. An-Najm : 19-21).
Pada periode Jahiliah ini,masyarakat Arab digambarkan sebagai masyarakat yang tidak adil,adanya penindasan terhadap kelompok lemah,baik secara sosial maupun ekonomi,dan pembunuhan terhadap anak perempuan. Mereka menganggap anak perempuan hanya membawa aib dalam keluarga (QS. An-Nahl : 58-59). Ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW, merombak dan memperbaiki adab kebiasaan masa jahiliah. Selama 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah,Nabi SAW membersihkan kepercayaan paganisme masyarakat dan meletakkan dasar Islam dalam tatanan kehidupan. Kemusyirkan,kekejaman,dan kekerasan  yang telah membudaya dan turun-menurun dalam masyarakat Jahiliah diganti dengan kepercayaan tauhid,kasih sayang antar sesama manusia,dan kelembutan. Walaupun demikian,tidak emual hal atau adat yang berlaku pada masa Jahiliah itu diubah dan dihapuskan oleh Islam.
Islam tidak menghapus hukum Jahiliah yang mengandung kemaslahatan dan secara prinsip tidak bertentangan denganln ajaran Islam. Penerimaan hukum Jahiliah terjadi dalam bidang sosial,bukan ibadah apalagi akidah,dan juga harus sesuai dengan prinsip “mendatangkan kemaslahatan dan menolak kerusakan”. Misalnya hukum jual beli dengan sistem barter.
Islam memperbaiki hukum Jahiliah yang pada pelaksanaannya mengandung mudharat. Seperti masalah al-Ila’ dan Zihar yang merupakan kebiasaan Jahiliah untuk menceraikan Istri.  Ketika Islam datang keduanya tetap diakui,tetapi dalam pelaksanaannya diperbaiki sehingga tidak merugikan seorang istri. Jadi dalam masalah rumah tangga,Islam menegakkan hak-hak istri tanpa menghapus kebiasaan Jahiliah.
Islam juga menghapus seluruh adat Jahiliah yang mengandung mudharat (membahayakan). Namun,secara prinsip penghapusan itu dilakukan dengan cara berangsur-angsur,sehingga tidak mengalami kesulitan bagi pemeluknya. Misal,larangan berjudi (maisir),dan minum-minuman keras (khamr).
Pada intinya,semua praktek Jahiliah yang merusak seperti praktek perbudakan,begitu pula praktek riba yang sudah menjadi kebiasaan Jahiliah, dihapuskan bersamaan dengan datangnya sinar Islam yang mengajarkan praktek dan kebiasaan sesuai dengan kodrat kemanusiaan dan ridha Allah Azza Wa Jalla.
Setelah berjalannya waktu dan zaman yang semakin modern dengan ditandainya ilmu teknologi yang semakin pesat,ilmu politik,sosial.dan budaya yang semakin maju. Maka istilah Jahiliah pun mengalami proses perubahan dan dinamika zaman. Dalam kehidupan modern istilah Jahiliah pun mengalami pergeseran makna,yakni lebih dilihat sebagai urusan didunia Muslim kontemporer yang dinilai sebagai keadaan tidak Islami.
Jahiliah baru ini bukanlah sesuatu yang berada diluar jangkauan,tetapi seringkali meracuni kehidupan tanpa dapat kita rasakan. Masyarakat Muslim seringkali terinfeksi dengan “racun budaya” yang berasal dari berbagai situasi dan kondisi yang akan merusak tatanan dan budaya Islam yang diajarkan melalui Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah SAW.
Untuk itulah,generasi penerus Muslim harus peka dan tidak terlena dengan hal-hal yang bersifat merusak dan diharapkan mampu membentengi diri dari berbagai ancaman yang akan meluluhlantahkan keagungan Islam sesuai dengan Al-Qur’an dal Al-Hadist.
Semoga kita senantiasa menjadi hamba yang selalu bartaqwa kepada Allah Azza Wa Jalla,dan menjadi umat Nabi Muhammad SAW yang selalu mengikuti sunahnya.

0 komentar:

Popular Posts

Download

Recent Posts